Kawan,
akan selalu ada tantangan memang ketika kita mengambil keputusan yang sejak
awal banyak disusupi ekspektasi pribadi. Itulah yang aku pelajari, bahwa
ekspektasi yang tak terpenuhi akan selalu linear dengan kecewa pada diri
sendiri.
Melamar
dengan membawa berbagai asumsi adalah sebuah ketololan yang telah terjadi.
Prasangka bahwa semua bayangan rencana akan berjalan sesuai yang dipinta, juga
adalah bibit subur refleksi diri. Mengapa akhirnya menjadi begini? Kenapa aku
yang akan menjalani ini? Siapa pula mereka yang berhak menentukan jalan cerita
ini?
Dalam sebuah proses,
seseorang menawarkanku sebuah kehidupan. Sebuah keputusan yang tak pernah
kuduga. Pada akhirnya dia pun meninggalkanku untuk petualangannya. Aku pun kembali
mengumpulkan kepingan yang berserakan dan merajut mimpi untuk mencari tujuan
akhir dengan randomnya.
Banyak
sekali pertanyaan yang sebisa mungkin aku balas dengan pernyataan sepihak penuh
emosi, hingga terdiam dalam do’a yang tak jelas redaksinya karena akhirnya
hanya hati yang bicara. Kali ini tentang ekspektasi yang baru aku sadari
kelucuannya. Lucu karena toh sebenarnya sejak awal aku sudah mengerti dengan
pasti bahwa ekspektasi itu mungkin sekali mengkhianati diri tuannya sendiri.
Setiap
orang punya cara untuk berdamai dengan keadaan, bukan?! Begitu pula aku, yang
memilih untuk tetap kecewa namun dengan ksatria merefleksikan semuanya.
Mengingat ingat lagi alasan utama menerima peran ini, bertanya-tanya ulang
kembali logika apa yang paling bisa diterima sehingga aku nanti
Nikmatilah
semuanya. Sambutlah bayi-bayi yang dilahirkan. Peganglah tangan orang yang kamu
sayangi. Relakan kepergian orang yang kamu cintai. Jatuhlah pada cinta dan
bangunlah sebagai manusia yang berjalan di atas keyakinannya sendiri.
Berlututlah pada keagungan. Bentangkanlah sayap saat seseorang menjatuhkanmu
dari ketinggian—terbanglah seperti burung mencintai angin. Berjalanlah seperti
seorang ayah yang menuntun lengan putrinya. Berbahagialah seperti anak-anak.
Waspadalah seperti pertama kali belajar berjalan. Dengarkanlah nyanyian angin.
Jadilah air hujan yang membawa kehidupan baru bagi tanah-tanah yang kering.
Jadilah matahari yang berani terbit dan siap untuk tenggelam. Jadilah seseorang
yang membuat dunia jadi berbeda.
Jadilah dirimu sendiri: Kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa, sampai kita mewakili pikiran dan perasaan kita sendiri!
0 reflection:
Post a Comment