I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan kekayaan sumber daya hayati perairan baik jenis maupun jumlah yang
sangat melimpah. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah mikroalga.
Mikroalga merupakan bentuk tumbuhan yang paling primitif. Tumbuhan ini umumnya hanya
terdiri dari satu sel dan berbentuk seperti benang. Mikroalga mengandung zat warna
atau pigmen fotosintetik sehingga tampak warna-warni. Orang awam lebih
mengenalnya sebagai fitoplankton atau gangang yang hidupnya melayang-layang di
permukaan air laut ataupun air tawar.
Mikroalga mampu memanfaatkan sinar
matahari dan CO2 untuk proses fotosintesis. Mikroalga merupakan
tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari
dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Hal tersebut menyebabkan
mikroalga memiliki waktu pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan tanaman
darat, yaitu mulai dari hitungan hari sampai beberapa minggu.
Dalam biomasa mikroalga terkandung
bahan-bahan penting yang sangat bermanfaat, misalnya protein, karbohidrat,
vitamin dan minyak. Mikroalga memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip
seperti tanaman darat. Hal yang menarik untuk dikembangkan adalah kandungan
minyak dalam mikroalga pada spesies tertentu cukup tinggi, yaitu rata-rata 40%,
bahkan pada spesies tertentu misalnya Botrycoccus braunii dapat melebihi
kadar minyak tanaman darat sebagai sumber penghasil minyak, seperti kelapa,
jarak dan sawit (Uju, 2007).
Biodiesel merupakan suatu nama dari
Alkyl Ester atau rantai panjang asam lemak yang berasal dari minyak nabati
maupun lemak hewan. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin
yang menggunakan diesel sebagai bahan bakarnya tanpa memerlukan modifikasi
mesin (Anonim, 2006)
Masalah baru timbul setelah revolusi
industri dimana penggunaan bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas alam)
semakin meluas. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan bermilyar-milyar ton
senyawa karbon yang sebelumnya tersimpan selama jutaan tahun di perut bumi
dilepaskan ke atmosfer. Akibatnya konsentrasi karbondioksida di atmosfer
semakin bertambah, dan inilah yang menyebabkan temperatur bumi semakin
meningkat. Mikroalga yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif
biodiesel diharapkan dapat mengurangi pemanasan global yang diakibatkan oleh
kendaraan. Biodiesel dapat menjadi investasi pada sumber energi yang ramah
lingkungan.
B. Tujuan
1.
Mengetahui potensi mikroalga sebagai bahan baku
alternatif biodiesel
2.
Mengetahui cara mengolah mikroalga sebagai bahan baku
alternatif biodiesel.
C. Manfaat
Memberikan informasi tentang mikroalga sebagai bahan baku
alternatif biodiesel.
II. MIKROALGA SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL
A. Habitat Hidup Alga
Alga adalah salah satu organisme yang
dapat tumbuh pada rentang kondisi yang luas di permukaan bumi. Alga biasanya
ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda-benda yang sering terkena
air dan banyak hidup pada lingkungan berair di permukaan bumi. Alga dapat hidup
hampir di semua tempat yang memiliki cukup sinar matahari, air dan
karbon-dioksida (Thomas, 2007).
B. Biologi Mikroalga
Plankton diatom dan dinoflagelata
merupakan plankton yang paling dominan di laut dan danau. Organisme
fitoplankton memiliki satu sel. Bentuk koloninya besar dan tersusun dari
sel-sel individu dengan struktur maupun bentuk yang seragam. Alga hijau dan
biru adalah berbentuk benang dan beberapa diatom dan dinoflagelata dapat
berbentuk rantai. Alga hijau – biru dapat dibedakan dari jenis alga lain dari
fase prokariotnya, yaitu sel – sel yang tidak mempunyai nukleus – nukleus,
selaput nukleus dan kromosom yang terpadu. Sel diatom mempunyai ciri yang khas
yaitu dinding selnya keras mengandung silikat dan terdiri dari dua bagian
seperti cawan petri. Dinding sel bagian atas (epiteka) saling menutupi dinding
sel bagian bawah (hipoteka) pada masing – masing tepinya yang disebut girdle.
Dinoflagelata biasanya bersel satu dan autotropik (dapat melakukan
fotosintesis). Selnya mempunyai sepasang flagela yang berdampingan (Taw, 1990).
Menurut
Wirosaputro (2005), fitoplankton dapat dibedakan berdasarkan keragamannya,
yaitu :
1. Chlorophyta
- Bentuk sel
tunggal, berkolobi atau filamen
sebagai penyusun fitoplankton atau benthos dan beberapa berukuran besar
seperti tanaman.
- Kloroplas
berwarna hijau mengandung klorofil-a, klorofil-b, karatenoid dan
xantophyl.
- Reproduksi
secara aseksual dengan zoospore dan seksual dengan isogami, anisogami dan
oogaini.
2. Cyanophyta
- Sel prokarion
(tidak memiliki sel sejati).
- Warna sel biru
kehijauan
- Thalus membentuk
sel bulat, silinder sedang
membentuk koloni benang atau filamen.
- Berkembang biak
secara aseksual dengan membelah diri dan membentuk akinete, endospora,
nanocysta, exospora dan bentuk filament dengan membentuk hormogon atau
hormospore.
3. Chryophyta
Merupakan fitoplankton warna coklas
keemasan, selnya memiliki klorofil-a dan klorofil-c, b-karoten, fucoxantin,
diatoxantin dan diaduaixantin.
4. Dinoflagellata
- sel tunggal,
terdapat 2 flagel tidak sama panjang keluar dari sisi perut dalam suatu
saluran.
- Kloroplas
berbentuk cakram
- Pigmen
fotosintesis klorofil-a, klorofil-b, b-karoten, dan xantophil
C. Potensi Mikroalga
Mikroalga dapat berpotensi sebagai
pakan alami bagi ikan, produk kesehatan bagi
manusia (Chlorella sp.), mengontrol kualitas air (Wirosaputro, 2005)
serta sebagai bahan alternatif biodiesel (Uju, 2007). Alga yang terbagi dalam red
seaweed, brown seaweed dan green seaweed, dikenal juga dalam
berbagai produk makanan. Nori dan beberapa produk makanan seperti yoghurt, susu
coklat, dll. dibuat dari red seaweed. Brown seaweed digunakan
sebagai penstabil, pengemulsi dan agen pengikat produk pasta gigi, sabun, es
krim, dan olahan daging serta tekstil, sedangkan Green seaweed dari
jenis chlorella telah digunakan sebagai produk kesehatan karena kaya akan
protein, beta-carotene dan berbagai vitamin dan mineral (Chasanah, 2006).
D. Potensi Alga
Menghasilkan Biodiesel
Secara teoritis, produksi biodiesel
dari alga dapat menjadi solusi yang realistik untuk mengganti solar. Hal ini
karena tidak ada feedstock lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga
mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam volume yang besar. Tumbuhan
seperti kelapa sawit dan kacang-kacangan membutuhkan lahan yang luas untuk
dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu
negara. Hal ini tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila
diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil (Thomas, 2007).
Berdasarkan perhitungan, pengolahan
alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan
biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat
(Anonim, 2006). Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang
digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre).
Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan
dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dll) pada kondisi
terbaiknya (Thomas, 2007).
Mikroalga memiliki kandungan minyak
yang komposisinya mirip seperti tanaman darat. Hal yang menarik untuk
dikembangkan adalah kandungan minyak dalam mikroalga pada spesies tertentu
cukup tinggi, yaitu rata-rata 40%, bahkan pada spesies tertentu misalnya Botrycoccus
braunii dapat melebihi kadar minyak tanaman darat sebagai sumber penghasil
minyak, seperti kelapa, jarak dan sawit (Tabel 1) (Uju, 2007) .
Menurut Thomas (2007), semua jenis
alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak
(fatty acids) dan nucleic acids. Persentase keempat komponen tersebut
bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty
acids lebih dari 40%. Dari komponen fatty acids inilah yang akan
diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel. Komposisi kimia sel pada beberapa
jenis alga seperti tercantum pada tabel 2:
Tabel 2 :
Komposisi Kimia Alga Ditunjukkan dalam Berat Kering (%)
Komposisi Kimia
|
Protein
|
Karbohidrat
|
Lemak
|
Nucleic Acid
|
Scenedesmus obliquus
|
50-56
|
10-17
|
12-14
|
3-6
|
Scenedesmus quadricauda
|
47
|
-
|
1.9
|
-
|
Scenedesmus dimorphus
|
8-18
|
21-52
|
16-40
|
-
|
Chlamydomonas rheinhardii
|
48
|
17
|
21
|
-
|
Chlorella vulgaris
|
51-58
|
12-17
|
14-22
|
4-5
|
Chlorella pyrenoidosa
|
57
|
26
|
2
|
-
|
Spirogyra sp.
|
6-20
|
33-64
|
11-21
|
-
|
Dunaliella bioculata
|
49
|
4
|
8
|
-
|
Dunaliella salina
|
57
|
32
|
6
|
-
|
Euglena gracilis
|
39-61
|
14-18
|
14-20
|
-
|
Prymnesium parvum
|
28-45
|
25-33
|
22-38
|
1-2
|
Tetraselmis maculate
|
52
|
15
|
3
|
-
|
Porphyridium cruentum
|
28-39
|
40-57
|
9-14
|
-
|
Spirulina platensis
|
46-63
|
8-14
|
4–9
|
2-5
|
Spirulina maxima
|
60-71
|
13-16
|
6-7
|
3-4.5
|
Synechoccus sp.
|
63
|
15
|
11
|
5
|
Anabaena cylindrical
|
43-56
|
25-30
|
4-7
|
-
|
Kandungan
minyak dalam alga Chlorella itu minimnya sekitar 30% berat jika rho alga = 0,85
maka dalam 1 kg alga kering sekitar 0,32 liter minyak (Permadi, 2008). Biodiesel
dari alga hampir mirip dengan biodiesel yang diproduksi dari tumbuhan penghasil
minyak (jarak pagar, sawit, dll) sebab semua biodiesel diproduksi menggunakan
triglycerides (biasa disebut lemak) dari minyak nabati/alga. Alga memproduksi
banyak polyunsaturates, dimana semakin tinggi kandungan lemak asam polyunsaturates
akan mengurangi kestabilan biodiesel yang dihasilkan. Di lain pihak, polyunsaturates
memiliki titik cair yang lebih rendah dibandingkan monounsaturates
sehingga biodiesel alga akan lebih baik pada cuaca dingin dibandingkan jenis
bio-feedstock yang lain. Diketahui kekurangan biodiesel adalah buruknya kinerja
pada temperatur yang dingin sehingga biodiesel alga mungkin akan dapat
mengatasi masalah ini (Thomas, 2007).
E. Budidaya Alga untuk Biodiesel
Menurut
Thomas (2007), sama seperti tumbuhan lainnya, alga juga memerlukan tiga
komponen penting untuk tumbuh, yaitu sinar matahari, karbon dioksida dan air.
Alga menggunakan sinar matahari untuk menjalankan proses fotosintesis.
Fotosintesis merupakan proses biokimia penting pada tumbuhan, alga, dan
beberapa bakteri untuk mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Energi
kimia ini akan digunakan untuk menjalankan reaksi kimia, misalnya pembentukan
senyawa gula, fiksasi nitrogen menjadi asam amino, dll. Alga menangkap energi dari
sinar matahari selama proses fotosintesis dan menggunakaannya untuk mengubah
substansi inorganik menjadi senyawa gula sederhana.
Penanaman
alga untuk menghasilkan biodiesel mungkin akan sedikit lebih sulit karena alga
membutuhkan perawatan yang sangat baik dan mudah terkontaminasi oleh spesies
lain yang tidak diinginkan. Alga dapat ditanam di kolam terbuka dan danau.
Penggunaan sistem terbuka ini dapat membuat alga mudah diserang oleh
kontaminasi spesies alga lain dan bakteri. Saat ini telah berhasil dikembangkan
beberapa spesies alga yang mampu ditanam pada lahan terbuka dan meminimalisir
adanya kontaminasi spesies lain. Misalnya penanaman spirulina (salah satu jenis
alga) pada suatu kolam terbuka dapat menghilangkan kemungkinan kontaminasi
spesies lain secara luas karena spirulina bersifat agresif dan tumbuh pada
lingkungan dengan pH yang sangat tinggi. Sistem terbuka juga memiliki sistem
kontrol yang lemah, misalnya dalam mengatur temperatur air, konsentrasi karbon
dioksida & kondisi pencahayaan. Sedangkan keuntungan penggunaan sistem
terbuka adalah metode ini merupakan cara yang murah untuk memproduksi alga
karena hanya perlu dibuatkan sirkuit parit atau kolam (Anonim, 2008).
Nitrat dan
fosfat adalah bahan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan
biasanya digolongkan sebagai makronutrien. Nitrat adalah sumber nitrogen yang
penting bagi fitoplankton baik di laut maupun di air tawar. Mikronutrien
merupakan bahan – bahan yang rendah kadarnya dan dapat berupa bahan organik
maupun anorganik di alam. Mikronutrien anorganik yang penting adalah zat besi
dalam bentuk feriklorida. Kandungan mangan pada air laut di tepi pantai lebih
tinggi daripada di tengan laut dan air yang masuk ke laut khususnya dari sungai
– sungai yang melewati tanah yang subur biasanya mengandung mangan cukup
tinggi. Kebutuhan fitoplankton terhadap bahan – bahan logam sangat rendah,
tetapi bila kadarnya kurang dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton. Vitamin
B12 dan thiamin diperlukan lebih banyak daripada biotin oleh alga yang
berfotosintesa dan tidak mampu menyerap bahan-bahan tertentu (Taw, 1990).
Kolam tempat
pembudidayaan alga biasanya disebut “kolam sirkuit”. Dalam kolam ini, alga, air
dan nutrisi disebarkan dalam kolam yang berbentuk seperti sirkuit. Aliran air
dalam kolam sirkuit dibuat dengan pompa air. Kolam biasanya dibuat dangkal
supaya alga tetap dapat memperoleh sinar matahari karena sinar matahari hanya
dapat masuk pada kedalaman air yang terbatas. Sebuah variasi kolam terbuka
adalah dengan memberikan atap transparan (greenhouse) diatasnya untuk
melindungi kerusakan alga dari percikan air hujan. Namun begitu, cara ini hanya
dapat diaplikasikan pada kolam terbuka yang berukuran kecil dan tidak dapat
mengatasi banyak masalah yang terjadi pada sistem terbuka (Thomas, 2007).
Bibit yang
akan dibudidayakan dalam skala massal sudah dimurnikan terlebih dahulu,
sehingga diperoleh spesies yang tunggal. Bibit alga yang mutunya paling baik
harus dipilih dari kultur yang akan digunakan sebagai bibit inokulum dalam
tahap kultur selanjutnya. Kultur bibit dalam jumlah sedikit (250 – 1000 ml)
dibawa ke ruang kultur yang bersuhu antara 25 – 27oC. Sterilisasi
bahan – bahan untuk kultur harus dilakukan sesuai cara – cara yang diberikan.
Air yang digunakan harus disterilkan dengan penyaringan berulang. Suhu sekitar
29oC. Setelah bak atau kolam yang akan digunakan telah disterilkan,
bibit mikroalga dapat dikultur dalam skala massal. Bak kultur 500 L dapat
digunakan untuk menginokulasikan bak yang berkapasitas 10 ton atau 15 ton (Taw,
1990).
Alternatif
lain cara pembudidayaan alga adalah dengan menanamnya pada struktur tertutup
yang disebut photobioreactor, dimana kondisi lingkungan akan lebih
terkontrol dibandingkan kolam terbuka. Sebuah photobioreactor adalah
sebuah bioreactor dengan beberapa tipe sumber cahaya, seperti sinar matahari,
lampu fluorescent, led. Quasi-closed systems (sebuah kolam yang ditutupi
dengan bahan transparan (greenhouse) di semua bagian) dapat digolongkan
sebagai photobioreactor. Photobioreactor memungkinkan
dilakukannya peningkatan konsentrasi karbon dioksida di dalam sistem sehingga
akan mempercepat pertumbuhan alga (Chisti, 2007).
Biaya
investasi awal dan biaya operasional dari sebuah photobioreactor akan lebih
tinggi dibandingkan kolam terbuka, akan tetapi efisiensi dan kemampuan
menghasilkan minyak dari photobioreactor akan lebih tinggi dibandingkan
dengan kolam terbuka. Hal ini akan membuat pengembalian biaya modal dan biaya
operasional dengan cepat.
F. Cara Ekstraksi Minyak dari Alga
Pengambilan
minyak dari alga masih merupakan proses yang mahal sehingga masih harus
dipertimbangkan untuk menggunakan alga sebagai sumber biodiesel. Terdapat
beberapa metode terkenal untuk mengambil minyak dari alga, antara lain (Anonim,
2007):
1. Pengepresan (Expeller/Press)
Pada metode
ini alga yang sudah siap panen dipanaskan dulu untuk menghilangkan air yang
masih terkandung di dalamnya. Kemudian alga dipres dengan alat pengepres untuk
mengekstraksi minyak yang terkandung dalam alga. Dengan menggunakan alat
pengepres ini, dapat diekstrasi sekitar 70 - 75% minyak yang terkandung dalam
alga.
Uju (2007)
berpendapat bahwa biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber bahan yang
terbaharukan baik tumbuhan maupun hewan. Solar dari minyak tumbuhan/hewan ini
diperoleh melalui proses transesterifikasi, yaitu dengan cara memanaskan pada
suhu tertentu campuran alkohol dan minyak nabati dengan bantuan katalis asam (NaOH
atau H2SO4) atau katalis basa (sodium dan potasium
hidroksida).
Gambar
1. Transesterifikasi untuk biodiesel, R1-3 adalah grup hidrokarbon.
Katalis basa
proses reaksinya lebih cepat, namun katalis basa dapat menyebabkan terbentuknya
sabun sehingga rendemen biodiesel menjadi berkurang. Keuntungan biodiesel
dibandingkan dengan solar konvensional antara lain adalah lebih ramah
lingkungan (biodegradable), dan nilai emisinya rendah. Emisi yang rendah
dapat mengurangi pencemaran udara. Besarnya pengurangan emisi yang berhasil
direduksi dengan menggunakan bahan solar nabati dibandingkan dengan solar
konvensional ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 3. Kemampuan
Biodiesel dalam Menurunkan gas emisi buangan dibandingkan dengan kemapuan solar
konvensional
Parameter Emisi
|
Reduksi Emisi
|
20 % Biodiesel
|
100 % Biodiesel
|
Hidrokarbon
|
- 19.0
|
- 52,4
|
Karbon Monoksida
|
- 26,1
|
- 47,6
|
Nitrogen Oksida
|
- 3,7
|
- 10,0
|
Hidrokarbon Poliaromatrik
|
-
|
- 78
|
Partikel
|
0 – 2,8
|
9,9
|
Sulfur Oksida
|
-
|
- 100
|
2. Hexane solvent oil extraction ( Extraksi Pelarut Minyak Heksana)
Minyak dari alga dapat diambil dengan
menggunakan larutan kimia, misalnya dengan menggunakan benzena dan eter. Namum
begitu, penggunaan larutan kimia heksana lebih banyak digunakan sebab harganya
yang tidak terlalu mahal.
Larutan heksana dapat digunakan
langsung untuk mengekstaksi minyak dari alga atau dikombinasikan dengan alat
pengepres. Cara kerjanya sebagai berikut: setelah minyak berhasil dikeluarkan
dari alga dengan menggunakan alat pengepres, kemudian ampas (pulp) alga
dicampur dengan larutan cyclo-hexane untuk mengambil sisa minyak alga. Proses
selanjutnya, ampas alga disaring dari larutan yang berisi minyak dan
cyclo-hexane. Untuk memisahkan minyak dan cyclo-hexane dapat dilakukan proses
distilasi. Kombinasi metode pengepresan dan larutan kimia dapat mengekstraksi
lebih dari 95% minyak yang terkandung dalam alga.
Sebagai catatan, penggunaan larutan
kimia untuk mengekstraksi minyak dari tumbuhan sangat beresiko. Misalnya
larutan benzena dapat menyebabkan penyakit kanker, dan beberapa larutan kimia
juga mudah meledak.
3. Supercritical Fluid Extraction (Ekstraksi Fluida Superkritikal)
Pada metode ini, CO2
dicairkan dibawah tekanan normal kemudian dipanaskan sampai mencapai titik
kesetimbangan antara fase cair dan gas. Pencairan fluida inilah yang bertindak
sebagai larutan yang akan mengekstraksi minyak dari alga. Metode ini dapat
mengekstraksi hampir 100% minyak yang terkandung dalam alga. Namun begitu,
metode ini memerlukan peralatan khusus untuk penahanan tekanan.
4. Osmotic Shock (Kejutan Osmotik)
Penggambilan minyak dari alga dengan
menggunakan osmotic shock maka tekanan osmotik dalam sel akan berkurang
sehingga akan membuat sel pecah dan komponen di dalam sel akan keluar. Metode
osmotic shock banyak digunakan untuk mengeluarkan komponen-komponen dalam sel,
seperti minyak alga ini.
5. Ultrasonic Extraction (Ekstraksi Ultrasonik)
Pada reaktor ultrasonik, gelombang
ultrasonik digunakan untuk membuat gelembung kavitasi (cavitation bubbles) pada
material larutan. Ketika gelembung pecah dekat dengan dinding sel maka akan
terbentuk gelombang kejut dan pancaran cairan (liquid jets) yang akan membuat
dinding sel pecah. Pecahnya dinding sel akan membuat komponen di dalam sel
keluar bercampur dengan larutan.
III. KESIMPULAN
1. Mikroalga berpotensi sebagai bahan baku alternatif
biodiesel.
2. Tempat penanaman mikroalga dapat dilakukan di
sistem terbuka dan tertutup sesuai dengan spesies mikroalga.
3. Sistem terbuka mempunyai kelemahan dalam
pengendalian masuknya kontaminan.
4. Sistem tertutup (photobioreactor) dapat
mengendalikan kondisi lingkungan dan masuknya kontaminan. Akan tetapi biaya
operasional dan investasinya lebih besar dari pada sistem terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Oil from Algae.
<http://www.oilgae.com>. Diakses tanggal 4 Maret 2008.
Anonim. 2006. Pengertian Biodiesel.
<http://www.indobiofuel.com>. Diakses tanggal 28 Maret 2008.
Anonim. 2007. Algaculture.
<http://www.wikipedia.com>. Diakses tanggal 17 Febuari 2008.
Anonim. 2008. Algae Fuel.
<http://www.wikipedia.com>. Diakses tanggal 17 Febuari 2008.
Chasanah, Ekowati. 2006. Bioaktif
dari Biota Laut untuk Mendukung Industri Bioteknologi.
Chisti, Yusuf. 2007. Biodiesel From
Microalgae. <http://www.sciencedirect.com>. Diakses tanggal 28 Desember 2007.
Permadi, Adi. 2008. <http://www.kamase.com>.
Diakses Tanggal 31 Maret 2008.
Uju, dan Mita Wahyuni. 2007.
Pengembangan Marine biodiesel dari Mikroalga Sebagai Sumber Energi Alternatif
Potensial Masa Depan. <http://www.unibraw.com>. Diakses tanggal 17
Febuari 2008.
Taw, Nyan. 1990. Algae Culturist
(Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Masal Mikroalga). Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Thomas. 2007. Membuat Biodiesel
dari Tumbuhan Alga. <http://www.kamase.org> . Diakses tanggal 17 Febuari
2008.
Wirosaputro, Sukiman. 2005.
Plankton dan Tumbuhan Air. Jurusan Perikanan dan kelautan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.