Sunday, July 29, 2012

Sia-sia kah Penantianku ?

aku mulai mereka-reka berapa jumlah menit yang aku butuhkan untuk menemuinya. waktu ku sangat terbatas, berbagai aktivitas menanti dan larutnya malam harus aku pertimbangkan. kubenahi tumpukan berkas-berkas yang telah aku selesaikan seharian ini. pikiranku terbagi menjadi dua, kuingin menemuinya dan disisi lain tanggung jawabku pada amanah yang telah diberikan. ku pusatkan dengan angka-angka yang tak nyata ini, aku semakin larut pada kesibukanku dan pada akhirnya aku dapat menyelesaikannya.

" Talita, kamu jadi menemui Fathan ?” tanya Atika
“eghh... bingung kak. Besok ada meeting dengan General Manajer, materi belum disiapkan kak. Talita nggak berani ambil resiko”.
“ kamu yakin dengan pilihanmu ?”
“Insya Allah kak” sesak dada ini ketika aku menjawab seperti itu, aku menyembunyikan perasaan dominanku. “kak, Talita pulang dulu ya...”

Kak Atika mengangguk dan segera menghilang dari hadapanku. Aku masih bimbang dengan keputusan yang harus aku ambil. Terdengar lagu “kupinang kau dengan bismillah” yang sengaja kupasang sebagai nada dering untuknya.
“assalamualaikum...”
“waalaikumsalam, Talita, gimana pekerjaannya hari ini ? kamu bisa menemui ku kan ?”
“maaf kan aku Fathan, aku tak bisa menemuimu. Aku belum membuat materi untuk meeting besok. Siapa saja yang akan mengantarkanmu ?”
“Keluargaku, dan aku mengharapkan bisa menemuimu sebelum pergi”
“Fathan, atas ijinNya kita pasti dipertemukan dikesempatan yang lebih baik” lagi-lagi aku menjawab seperti itu. Aku membenci pada diriku yang menganggap semuanya akan baik-baik saja.
“aku mengerti, okey !! sampai jumpa Talita. Mudah-mudahan aku dapat bertemu dengan dirimu”.
“hati-hati dijalan ya, semangadh !”
“sukses ya buat kamu, assalamualaikum”
“waalaikumsalam” nada telepon pun terputus.

Langkah-langkah kakiku masih terasa bimbang, ku panjatkan doa “Tuhan, apa yang harus aku lakukan ?? jika kau ijinkan aku menemuinya, permudahkanlah aku untuk pergi, tapi aku takut.. takut hatiku akan ternodai oleh perasaan yang seharusnya tak ada. Jika menurutMu, aku lebih baik tak menemuinya, jagalah rasa kecewa ini. Jangan biarkan aku larut dalam penyesalan dan berikan aku kesempatan yang terbaik untuk menemuinya”.
Setiba di rumah, aku melihat tumpukan buku yang menanti untuk kubaca. Kurebahkan tubuh ku ke sofa ruang tamu. Kuperhatikan jam yang ada di dinding. Ku putuskan untuk menemuinya, kubenahi notebook yang selalu menemaniku dan memasukkan dua buah buku ke dalam tas.

“Aji, tolong anter Talita ke bandara ya..”. Tanpa berkomentar banyak, Aji Dian mengantarkanku ke bandara. Segera ku ambil ponselku “Bunda, Talita nggak makan malam di rumah ya..” bunda memotong penjelasanku “meeting lagi ?”
“engga bunda, meetingnya besok. Tapi hari ini, Talita ingin menemui Fathan. Doakan Talita ya bunda..”
“hati-hati ya nak...”

Setelah meminta ijin pada bunda, aku mulai bersikap autis yaitu berkutat dengan notebook dan buku yang sudah aku persiapkan. Perjalanan dari singaraja ke Denpasar membutuhkan waktu 4 jam. Mataku mulai lelah, sangat lelah karena seharian berhadapan dengan notebook. Tak terasa aku tiba di bandara Ngurah Rai. Tiga puluh menit lagi, kutengok di jam tanganku. Aku segera berlari mencari sesosok pria. Aku tak melihatnya di tengah keramaian, aku putus asa. Aku tersimpuh lelah, aku lupa makan. Ponselku berdering,, namanya muncul di layar ukuran 100 x 60 mm.
“assalamualaikum”
“waalaikumsalam, aku tahu kamu akan menemuiku. Sesibuk apapun kamu, kamu pasti berusaha untuk menemuiku.”
Aku terdiam dan mencari sesosok pria yang menjadi lawan bicaraku, tapi aku tetap saja tak melihatnya. Aku berusaha untuk berdiri.
“kamu pasti nggak makan siang ya ?” Fathan menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku pun tersenyum kecut.
“terima kasih”
“hanya kata itu yang kamu ingin ucapkan untukku ? setelah melewati perjalanan yang melelahkan ?”
“iya, terima kasih aku telah diberikan kesempatan untuk menemuimu”
“seharusnya aku yang berterima kasih, Talita...”
“kamu tak mau ketinggalan pesawatkan ? kita bertemu lagi 2 tahun lagi”
“Atas ijinNya 2 tahun lagi aku akan melamarmu”
“tak usah berjanji padaku, selesaikan apa yang harus kamu selesaikan. Hati-hati ya.. aku harus pulang lagi, masih pekerjaan yang menanti.”
“aku pergi ya..”
“iya deh sana... cepetan pergi !!” aku segera mendorong tubuhnya agar berbalik arah.
“okey.. okey... tunggu aku 2 tahun lagi di tanggal yang sama di tempat ini ya...”
“nggak mau !! aku pulang ya.. daaghh !!” aku pun mengulurkan tangganku sebagai salam perpisahan dan segera meninggalkannya. Tak terasa air mata ini menetes, aku tak mau dia melihatku menangis. Kupercepat langkahku untuk menghampiri mang Ujang yang sedang menungguku.

Aku tiba di Singaraja pukul 4 pagi, artinya aku tak bisa langsung merebahkan tubuhku dan harus segera menyelesaikan materi. Aku berhasil mempresentasikan laporan keuangan, mereka puas dengan kinerja ku. Dan aku pun dipromosikan jabatan menarik, akan tetapi aku harus ke daerah. Aku segera menghubungi kedua orang tua ku atas kabar baik ini. Mereka tak keberatan bila aku mutasi ke daerah.

Dua tahun sudah berlalu, aku menghabiskan waktu di kota sorong, papua. Di kota ini, aku belajar lebih memahami orang. Selain bekerja 5 hari dalam seminggu yang selalu kuhabiskan dalam ruangan 5x5 meter. Aku menggunakan sisa waktu ku untuk anak-anak SD. Mereka membuatku untuk lebih bersyukur dengan apa yang telah aku miliki. Dan kini saatnya aku berbagi kebahagian yang aku punya dan mengajarkan mereka untuk bermimpi.

Sore ini, aku berangkat ke Denpasar dengan tiga orang anak didikku. Aku ingin membuktikan janji seorang pria dua tahun yang lalu. Aku menemui di jam, tanggal dan tempat yang sama. Ku lihat kebahagian dan kekaguman anak didik ku selama penerbangan. Mereka tak henti-hentinya bertanya dan berdecak kagum.

Aku memastikan bahwa aku tak terlambat atau salah jadwal. Untuk kali ini, aku yang pertama kali melihat sosok pria itu. Dia tak datang sendiri, dengan seorang wanita. Aku berpikiran positif, mungkin wanita itu hanya teman atau relasi nya. Aku menghampirinya..
“assalamualaikum, Fathan kan ?
“waalaikumsalam, Hai Talita !! kamu datang juga, kenalkan dia istriku, Balqis” di menunjuk wanita yang ada disebelahnya.
Jantungku seperti berhenti berdetak dan terdapat rasa kecewa. Segera kulafalkan “astagfirullah” berulang-ulang agar aku terhindar dari rasa kecewa yang mendalam.
“Talita.”aku mengulurkan tanganku sebagai tanda persahabatan. “kenalkan, mereka anak asuhku di sorong. Mereka siswa terbaik di sekolahnya dan aku berencana mengenalkan dunia yang sesungguhnya pada mereka”.
“aku salut, kamu benar-benar membuktikan idealismu semasa di kampus”
“karena aku tak suka mengumbar janji, akan kupenuhi janji-janjiku. Okey, aku harus pulang ke Singaraja. Orang tua ku sudah menunggu dan kasian anak-anak ini, mereka perlu istirahat. Sampai jumpa di kesempatan yang lebih baik. Assalamualaikum.”
“waalaikumsalam”

Kami mengambil arah pulang yang berlawanan. Aku memutar memori ku dua tahun lalu. Di tempat ini, aku memohon suatu yang terbaik. Kini aku telah diberikan jawabannya. Aku tak bisa menangis didepan anak-anak asuhku. Mataku hanya berkaca-kaca, mereka mengerti yang aku rasa. Mereka memelukku erat, sangat erat. Demi mereka, aku akan bertahan. Tak lama kemudian terdengar lagu “..Atas restu Allah, kuingin milikimu. Ku berharap kau menjadi terakhir untukku. Atas restu Allah, ku mencintai dirimu..”




Anyer, 01 september 2011 jam 01.23


signature

0 reflection:

Post a Comment