Saturday, September 29, 2012

Gerakan Menuju Palestina Merdeka

A.      Konflik di Palestina
Konflik Israel-Palestina bukan sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya. Berbagai kesempatan di kedua belah pihak, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll. Ada pula orang-orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan tersebut. Ada pula orang-orang yang merangkul sebagian dari kedua belah pihak, dan menyebutkan "kedua belah" pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat tentang tujuan bagi bangsa Palestina. Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik Israel, meskipun pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.
Apabila diringkas ada dua penyebab terkatung-katungnya penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel, yakni:
1.                      Perbedaan yang menonjol serta prinsip berupa pengakuan akan keberadaan kedua negara dan bangsa tersebut di mata mereka sendiri khususnya, dan di mata negara-negara lain di dunia termasuk Amerika Serikat yang sampai saat ini masih berpihak kepada pemerintah Israel.
2.                      Kedudukan kota Jerusalem dengan mesjid Al Aqsanya sebagai tempat ibadah dan bersejarah bagi kedua bangsa yang secara umum berbeda agama tersebut.
Dunia arab dan dunia Islam memandang bangsa Palestina adalah pemilik sah tanah air mereka. Sedangkan bangsa Yahudi adalah bangsa yang tidak memiliki tanah air dan menolak serta keluar dari tanah perjanjian (Holy Land) yang dijanjikan Tuhan sesuai dengan berita di kitab suci.
Kedaulatan bangsa Palestina dengan berdirinya negara Palestina merdeka yang diproklamirkan di Aljazair ternyata tidak sepenuhnya diakui oleh Israel. Israel menganggap Jerusalem dan Gaza sebagai bagian dari tanah perjanjian seperti yang disebutkan di dalam kitab suci mereka, yang masih dikuasai oleh bangsa Palestina. Inilah alasan kenapa bangsa Yahudi dengan semangat zionismenya lebih memilih tanah Palestina sebagai tempat untuk mendirikan negara.
Amerika Serikat masih menerapkan standar ganda dalam permasalahan ini. Amerika Serikat sebagai anggota dewan keamanan PBB mengakui legalitas negara Palestina, namun di sisi lain membantu Israel secara politik, militer dan ekonomi untuk menguasai Palestina.
Dunia arab dan Islam menganggap berdirinya negara Israel adalah bentuk dari pemaksaan atas keberadaan orang-orang Yahudi di tanah Palestina. Bagi bangsa Palestina rezim zionis Israel dan bangsa Yahudinya adalah penjajah yang mendatangi dan ingin merebut tanah air mereka, bukan sebuah negara tetangga yang sedang bertengkar dengan mereka. Bagi para pejuang Palestina peperangan yang mereka lakukan adalah sebuah perjuangan heroik mempertahankan keberadaan tanah air dan bangsanya, persis seperti pejuangan kita memerdekan diri dari penjajah Belanda dan Jepang.
Perang antara Palestina dan Israel bukan perang agama, tetapi tidak bisa dilepaskan dari sebab-sebab pemikiran keagamaan yang berasal dari kitab suci. Alasan utama mereka berperang adalah memperebutkan tanah air, termasuk juga daerah Jerusalem yang merupakan tempat suci bagi tiga agama samawi di dunia, di mana di sana berdiri mesjid Al Aqsa (Alharam alqudsi ashsharif) yang dijadikan tempat ibadah umat Islam atau disebut juga sebagai Bukit Bait Allah (The Temple Mount / Har ha-Bayit) bagi umat Yahudi dan Nasrani. Dan terkenal dengan dinding ratapan (The Western Wall/The Wailing wall/Ha Kotel Ha Ma’aravi) yang terletak di sebelah barat masjid Al Aqsa sebagai tempat ibadah umat Yahudi, atau disebut Alburaq Wall oleh kaum Muslimin.
B.       Palestina di mata dunia
Tanggapan dunia pun sudah bisa diduga. Israel tetap menjadi anak favorit bagi bangsa Barat. PM Inggris Gordon Brown dalam wawancara dengan BBC mengatakan bahwa ia ‘sangat prihatin’ dan mengatakan bahwa milisi Palestina harus menghentikan serangan roket terhadap Israel, meskipun Palestina adalah pihak yang diserang dan Muslim dibantai. Tanggapan Negara-negara non muslim seperti Inggris dan Amerika yang selalu membela dan membenarkan segala tindakan Israel tidaklah mengherankan karena Israel memang merupakan sekutu mereka. Hal mengherankan para penguasa muslim Arab yang notabene adalah sesama dunia Arab seperti Arab Saudi, Jordania dan Mesir seakan-akan bersikap tidak mau tahu tentang penderitaan rakyat Palestina. Padahal di negara-negara lain mengalir dukungan-dukungan terhadap Palestina. Sedangakan Mesir yang saudara dekat dan secara geografis lebih dekat dengan palestina terlihat cenderung memihak Israel dan tidak peduli terhadap jatuhnya korban muslim. Dan yang lebih parah adalah ketika warga Palestina memerlukan bantuan yang hanya bisa melewati pintu gerbang Rafah, Mesir tidak bersedia untuk membukanya.
C.      Potensi Negara Muslim Untuk Palestina
Untuk kembali berperan dalam kontelasi internasional, umat Islam harus kembali menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah yang menjadikan Islam sebagai ideologi sekaligus asas negaranya. Negara semacam ini yang akan menerapkan hukum Islam, mengemban ideologi Islam ke seluruh dunia, dan sekaligus menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia.
Tidak bisa dipungkiri, Islam sebagai ideologi secara nyata bertentangan dengan ideologi kapitalisme yang diusung oleh AS. Setelah komunisme runtuh, satu-satunya musuh ideologis AS adalah Islam. Bangsa Barat sering menyebutnya dengan fundamentalis, radikal, dan militan; dengan ciri-ciri utamanya adalah menolak sistem kapitalisme dan ingin menegakkan syariat Islam secara menyeluruh dalam sebuah negara.
Kekuatan ideolgi Islam ini diakui oleh banyak pihak. Carleton S, saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 hingga 1600, menyatakan, “Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental (continental super state) yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropik dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku….Tentaranya merupakan gabungan dari berbagai bangsa yang melindungi perdamaian dan kemakmuran yang belum dikenal sebelumnya.” (Ceramahnya tanggal 26 September 2001, dengan judul “Technology, Business, and Our Way of Life: What’s Next”).
Tidak hanya ideologi Islam, umat Islam juga memiliki sumber-sumber kekuataan yang mendukung. Di samping ideologi sebagai faktor penting yang menentukan kekuatan sebuah negara, beberapa faktor lain yang menjadi faktor pendukung bagi Daulah Khilafah Islamiyah dapat menjadi negara adidaya di dunia ini antara lain:
1.      Faktor geografis.
Faktor ini cukup berperan menambah kekuatan sebuah negara. Misalnya, wilayah benua Amerika yang dipisahkan dari benua lain oleh wilayah air seluas 3000 mil ke Timur dan ke Barat lebih dari 6000 mil merupakan faktor yang menentukan posisi AS di dunia. Kalaulah seluruh wilayah kaum Muslim bersatu di dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, mereka akan memiliki posisi geografis yang sangat menguntungkan sebagai negara adidaya.
Kaum Muslim secara geografis menempati posisi yang strategis jalur laut dunia. Mereka mengendalikan Selat Gibraltar di Mediterania Barat, Terusan Suez di Mediterania Timur, Selat Balb al-Mandab yang memiliki teluk-teluk kecil di Laut Merah, Selat Dardanelles dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterania, serta Selat Hormus di Teluk. Selat Malaka merupakan lokasi strategis di Timur Jauh. Dengan menempati posisi yang strategis ini, kebutuhan masyarakat internasional akan wilayah kaum Muslim pastilah tinggi mengingat mereka harus melewati jalur laut strategis tersebut. Di samping itu, mereka akan sulit menaklukkan negeri-negeri Islam, karena pintu-pintu strategis laut dikuasai oleh kaum Muslim.
2.      Faktor sumberdaya alam (SDA).
Negeri-negeri Islam dianugerahi Allah Swt. sebagai negeri yang kaya-raya dengan sumberdaya alamnya. Contohnya adalah kekayaan akan sumber pangan. Negara yang memiliki sumber pangan yang besar jelas akan memperkuat posisi negara tersebut, karena akan terhindar dari ketergantungan pada negara lain. Negeri-negeri Islam dikenal sebagai wilayah yang subur untuk bercocok tanam pangan.
Sumberdaya alam kedua yang penting adalah bahan mentah. Dunia Islam mengendalikan cadangan minyak dunia (60%), boron (40%), fosfat (50%), perlite (60%), strontium (27%), dan tin ( 22%). Di antara bahan mentah tersebut, minyak memiliki posisi yang sangat strategis. Sejak Perang Dunia I, minyak merupakan sumber energi yang sangat penting untuk industri dan perang; seperti kata Clemenceau pada waktu Perang Dunia I, “Setetes minyak sama nilainya dengan setetes darah prajurit kita.”
Munculnya minyak sebagai bahan mentah yang mutlak diperlukan telah menimbulkan pergeseran dalam kekuatan relatif negara-negara yang secara politis terkemuka. Uni Soviet (masa komunis) menjadi demikian kuat sejak negeri itu berswasembada minyak. Sebaliknya, Jepang semakin melemah saat itu karena tidak mengandung endapan minyak. Kekuatan minyak ini pernah ditunjukkan oleh negeri-negeri Arab dalam embargo minyak tahun 1973-1974. Embargo tersebut mampu menimbulkan keguncangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara Eropa saat itu.
3.      Jumlah penduduk
Jumlah penduduk bukanlah satu-satunya faktor pendukung kekuatan sebuah negara. Tidak ada negara yang dapat tetap atau menjadi kekuatan tingkat pertama jika negara tersebut tidak tergolong sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak di dunia. Tanpa penduduk yang banyak tidak mungkin suatu negara mendirikan dan terus menjalankan pabrik industri yang diperlukan untuk melaksankan perang modern dengan berhasil. Penduduk AS yang berjumlah 278.058.881 jiwa (CIA The World Factbook) jelas menjadi salah satu faktor kekuatan negara tersebut. Apabila umat Islam bersatu di seluruh dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, jumlah penduduknya tentu sangat luar biasa. Saat Dunia Islam masih “tidur” saja jumlah penduduknya lebih kurang 1 miliar atau 20% dari populasi di dunia. Jelas hal ini akan memberikan kekuatan tersendiri bagi Daulah Khilafah Islamiyah dalam kancah politik internasionalnya.
4.      Kekuatan militer
Saat ini industri militer Dunia Islam dalam keadaan mundur. Akan tetapi, secara kuantitas jumlah pasukan militer di Dunia Islam sangat besar. Seandainya, dari satu miliar penduduk Dunia Islam direkrut 1 %-nya saja akan didapat 10 juta tentara. Berdasarkan data CIA the World Fact Book, potensi kekuatan militer (military manpower availability) dan dinas militer (fit for military service) yang dimiliki oleh beberapa negeri Islam cukup fantastis. Mesir memiliki 18.562.994 dengan 12.020.059 (dinas militer); Irak memiliki 5.938.093; Iran 18.319.328 dengan 10.872.407 (dinas militer); Pakistan memiliki 35.770.928 dengan 21.897.336 (dinas militer); Turki memiliki kemampuan 18.882.272 dengan 11.432.428 (dinas militer). Belum lagi Indonesia yang memiliki 64.046.149 dengan 37.418.755 (dinas militer). Jadi, dengan gabungan tentara Mesir, Irak, Iran, Pakistan, Turki, dan Indonesia saja potensi jumlah pasukan kaum Muslim yang tersedia adalah sekitar 162 juta. Bandingkan dengan AS dengan potensi militer yang hanya 79 juta, apalagi Israel hanya memiliki sekitar 1, 5 juta pasukan pria dan 1,4 juta pasukan wanita. Jelas potensi kuantitas ini sangat menentukan kekuatan militer di dunia nantinya, jika saja kaum Muslim bersatu.
Hal yang harus diperhatikan kemampuan SDM dan kekuatan industri. Kedua faktor di atas juga menentukan kekuatan sebuah negara. Banyaknya jumlah ilmuwan Muslim di Dunia Islam atau yang bekerja di Barat, membangun kekuatan industri militer ini bukan perkara yang sulit. Pakistan mampu membangun kekuatan nuklirnya. Masalahnya, tinggal menyatukan para intelekutal tersebut dan mengajak mereka berjuang bersama. Di samping itu, Daulah Khilafah Islamiyah tentu saja akan membuat terobosan baru untuk meningkatkan kualitas SDM ini dengan berbagai cara. Dunia Islam telah membuktikan sebelumnya, saat bersatu di bawah negara ideologis Daulah Khilafah Islamiyah, perkembangan sains dan teknologi Dunia Islam berada di atas negara-negara lain. Fakta ini tidak bisa dibantah.
Dengan potensi ideologis dan faktor-faktor penunjang tersebut, Daulah Khilafah Islamiyah jelas akan menjadi sebuah negara adidaya yang sangat kuat. Di sinilah letak pentingnya kaum Muslim menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah tersebut di tengah-tengah mereka. Ketidakadaan Daulah Khilafah Islamiyah yang berdasarkan ideologi Islam membuat kaum Muslim mundur dalam peran internasionalnya, bahkan tidak mampu menghadapi penjajahan Barat. Bangsa Barat dengan kekuatan negaranya yang dibangun atas dasar ideologi kapitalisme yang mengglobal, juga harus dilawan dengan kekuatan negara yang dibangun di atas ideologi yang juga mengglobal. Negara tersebut adalah Daulah Khilafah Islamiyah. Daulah Khilafah Islamiyah akan menghimpun potensi kaum Muslim dan menyatukan Dunia Islam untuk kemudian berjihad melawan penindasan negara-negara Barat kapitalis. Jihad berperang melawan negara-negara Barat kapitalis—termasuk perang propaganda—tentu saja akan dapat dilakukan secara seimbang jika kaum Muslim bersatu di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
D.      Sumbangsih dari Indonesia
Indonesia ikut serta dalam berpartisipasi mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia. Di masa perjuangan melawan penjajahan, Indonesia mendapat dukungan dari negara lain. India memberi bantuan pangan, pemerintah Mesir tercatat sebagai negara pertama yang memberi pengakuan internasional atas Kemerdekaan RI di tahun 1945. Semua itu tidak lepas dari kepedulian masyarakat dunia terhadap nasib rakyat Indonesia.
Indonesia semakin giat memberikan dukungan nyata bagi negara yang tengah berjuang raih kemerdekaan, Palestina. Salah satunya yaitu mengelar Forum konferensi internasional bertajuk Striving to Fulfill the Rights of Palestinian People , Asia-Pasifik Community Conference (ASPAC). Konferensi kemanusiaan internasional di Jakarta yang mempertemukan LSM kemanusiaan dari berbagai penjuru dunia, akan mendiskusikan cara dan ide-ide untuk mendukung masyarakat Palestina dalam rangka membangun kapasitas kemampuan bertahan mereka.
Lembaga kemanusiaan atau organisasi hak azasi manusia bisa menjalankan peran signifikan dalam mempercepat kapasitas pembangungan (capacity building) untuk Palestina. Berbagai proyek dan program dapat dilakukan melalui jaringan atau kerja sama LSMuntuk membantu masyarakat Pelestina dalam mencapai kesejahteraan serta hidup yang lebih baik.
Konferensi ini bertujuan untuk menggalang kepedulian terhadap nasib bangsa yang sekarang masih terjajah, Palestina. Harapan konferensi ini akan bisa memberikan kontribusi riil bagi Palestina menuju lebih baik. Peserta konferensi berasal dari ragam keyakinan yang berbeda diharapkan akan melahirkan pandangan bahwa masalah Palestina bukan hanya terkait dengan umat muslim.
Tiga tindakan nyata yang dapat dilakukan Indonesia. Pertama, mengirimkan bantuan kemausiaan. Mulai dari perlengkapan-perlengkapan medis, tenaga medis hingga kebutuhan sehari-hari bagi mereka yang menghadapi bencana yang dahsyat. Dalam menghadapi keadaan tersebut masih mudah menghadapi bencana alam yang kerusakannya terpola. Hal tersebut disebabkan kerusakan akibat perang modern yang tidak terpola. Kerusakannya massive dan para korban memerlukan penanganan khusus akibat penggunaan senjata terlarang dengan akibat sangat mengerikan. Indonesia menargetkan memberikan pelatihan pada 10.000 orang Palestina, namun baru bisa terealisasi untuk 1.000 orang. Sebagai wujud konkret dari upaya bantuan ke Palestina, pemerintah Indonesia akan memberikan pelatihan kepada seribu warga Palestina di Indonesia. Pelatihan yang diberikan bermacam-macam dengan melibatkan berbagai departemen di pemerintahan dan lembaga-lembaga swasta. Tujuannya adalah untuk membangun kapasitas (capacity building) warga Palestina dalam rangka mempertahankan eksistensi negara mereka. Misalnya, Departemen Pekerjaan Umum akan memberikan pelatihan di bidang konstruksi. Indonesia telah mengadakan pelatihan diplomat serta pelatihan micro finance.
Langkah nyata Indonesia kedua adalah mengkaji ulang politik luar negeri khusus terhadap Israel. Selama ini Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Hal tersebut dikarenakan sejak deklarasi pembentukan Israel, secara de jure, negara zionis ini tidak mendapat pengakuan dari Indonesia. Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda  meminta agar pemerintah semakin menggiatkan lobi-lobi untuk membuka Rafah, pos penyeberangan lain serta blokade Jalur Gaza secara keseluruhan
Ketiga, Lobby ke negara-negara Arab melalui Liga Arab. Indonesia dapat berperan aktif untuk meyakinkan negara-negara Arab bahwa harus ada gerakan sistematis untuk menyelesaikan masalah Palestina secara komprehensif dan untuk selamanya.
Indonesia memprakarsai rencana aksi nyata Gerakan Nonblok mendukung proses perdamaian dan terwujudnya Palestina merdeka dan berdaulat penuh tahun ini. Langkah itu diambil untuk menunjukkan, GNB tidak sekadar mengeluarkan pernyataan dan deklarasi belaka.
Demikian salah satu hasil Konferensi Tingkat Menteri (KTM) XVI Gerakan Nonblok (GNB) yang diumumkan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa di Nusa Dua, Bali, 27 Mei 2011. Konferensi ini menghasilkan lima deklarasi baru, mulai dari Deklarasi Peringatan Bali (Bali Commemorative Declaration), deklarasi tentang perlucutan senjata nuklir, hingga dua deklarasi khusus mengenai masalah Palestina.
Deklarasi Peringatan Bali disusun untuk merumuskan ulang konsep dan visi GNB 50 tahun mendatang terkait peringatan 50 tahun GNB tahun ini. Untuk masalah Palestina, GNB bertekad mengawal proses perdamaian hingga solusi akhir dua negara, yakni Palestina dan Israel, yang sama-sama merdeka, berdaulat, dan hidup berdampingan secara damai. Deklarasi masalah Palestina ini penting karena sifatnya bukan semata retorika. Dalam deklarasi itu disetujui gagasan Indonesia mengenai perlunya rencana aksi antara bulan Mei dan September untuk antisipasi apabila masalah Palestina digulirkan di Majelis Umum PBB di New York, khususnya berkaitan dengan upaya diterimanya Palestina sebagai anggota PBB.
GNB menegaskan komitmennya untuk tetap mendukung proses perdamaian yang disponsori Amerika Serikat dan Kuartet Timur Tengah. Di samping itu, GNB tetap menggalang dukungan bagi diterimanya Palestina sebagai anggota PBB dalam Sidang Majelis Umum PBB.
Salah satu bagian rencana aksi ini adalah mendorong sesama anggota GNB, yang belum mengakui kedaulatan Palestina, untuk segera mendukung. Sebelum konferensi ini berlangsung, ada 29 negara dari 118 negara anggota GNB yang belum mengakui Palestina secara resmi. Dengan bergabungnya Fiji dan Azerbaijan sebagai anggota terbaru GNB, jumlah negara yang belum mengakui Palestina menjadi 30 negara. Fiji tercatat sebagai salah satu negara yang belum mengakui kedaulatan Palestina secara resmi.
Di ASEAN masih ada tiga negara anggota yang belum menyatakan pengakuan kepada Palestina, yakni Thailand, Singapura, dan Myanmar. Indonesia sudah mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat sejak proklamasi kemerdekaan negara itu pada 1988.
Selain menggalang dukungan di dalam, GNB juga berkampanye keluar untuk menggalang dukungan ini. Langkah penting lain adalah menjalin komunikasi dan dialog dengan Dewan Keamanan (DK), Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal PBB serta negara maju yang tergabung dalam Kuartet Timur Tengah. Kuartet ini terdiri atas PBB, AS, Rusia, dan Uni Eropa. Paling tidak empat dari lima anggota tetap DK PBB, yakni AS, Rusia, Inggris, dan Perancis, berperan aktif dalam kuartet tersebut.
Langkah GNB bukan untuk merusak atau membunuh proses perdamaian yang sedang mereka usahakan, tetapi justru mendorong proses itu. Dialog untuk memberi pengertian bahwa niat menggalang dukungan kepada Palestina tersebut bukan bertujuan negatif perlu dilakukan karena proses penerimaan keanggotaan Palestina di PBB membutuhkan rekomendasi DK PBB. Jika satu saja anggota tetap DK PBB menggunakan hak vetonya, seluruh usaha sia-sia.
Deklarasi kedua mengenai Palestina berkaitan dengan tahanan politik Palestina, salah satu masalah penting dalam isu Palestina-Israel yang kurang mendapat perhatian dunia. Para menteri negara-negara GNB menyatakan, masih ada lebih dari 6.000 tahanan yang dikurung Israel di 22 penjara serta kamp tawanan di seluruh Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Jerusalem Timur. Mereka ditahan bukan karena tindak kriminal, melainkan karena pandangan politiknya. Sekitar 300 tahahan di antara mereka adalah anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Juga terdapat 37 perempuan di antara para tahanan dan 10 anggota Dewan Legislatif Palestina.

 Iseng-iseng search di gugle... aku menemukan namaku terpampang di suatu blog (klik disini) setelah 1 tahun. #tepokjidat... urutan ke 11. tak apa,,, besok angka 1 dibelakangnya dihilangkan ya,,, berusaha lagi.... semangat ^_^

0 reflection:

Post a Comment