Marshall Fine of The Huffington Post suggested that the friend zone is "like the penalty box of dating, when your only crime is not being buff and unobtainable."
Sebuah awalan yang engga akan pernah ketemu akhirannya, for some people Friend Zone is like a war zone between Expectation and reality, rasanya menyakitkan tapi terkadang begitu menyenangkan. Seperti kisah Dr. Ross Geller dan Rachel Green di Serial F.R.I.E.N.D.S, mereka berdua mendapatkan julukkan Friend zone karena kedekatan mereka yang seolah mengisyaratkan bahwa mereka saling jatuh cinta tapi terhalang dengan status pertemanan mereka yang sudah lama.
Sederhana tapi rumit, mungkin ada yang pernah tau istilah “Pacar jadi sahabat masih mungkin, tapi sahabat jadi pacar akan rumit”, secara kasat mata memang bener istilah itu karena bagi sebagian orang yang setelah putus dengan pasangannya mereka bisa tetap berteman atau bahkan bersahabat, tapi berbanding terbalik dengan mereka yang mengawali hubungannya dengan pertemanan lalu lanjut ke hubungan percintaan dan ketika harus putus rasa tidak nyaman biasanya mendominasi makanya kebanyakan pasangan yang setelah putus mulai menjauh perlahan-lahan. Tapi semua kembali lagi pada diri masing-masing bagaimana cara menyikapi masalah ini.
Terkadang para pelaku Friend zone selalu menyangkal adanya perasaan itu, seperti “Ah..apaan sih dia kan sahabat aku, dia udah aku anggep sebagai sahabat yang paling spesial buat gw jadi engga mungkin lah kita pacaran” atau mungkin “Kamu itu sahabat aku yang paling luar biasa mengerti aku, jadi kayanya engga mungkin kita bisa pacaran”, terlalu banyak alasan klise yang terus diciptakan dalam kepala sehingga terekam jelas dan selalu diputar disaat timbul pertanyaan tentang status hubungan yang engga jelas, mungkin bagi sebagian orang “pacaran” itu hanya sekedar status dan sebuah pengakuan terhadap lingkungan, apa pentingnya dari sebuah status?.
kata beberapa orang Friend zone seperti neraka karena sangat menyiksa, tapi bagi sebagian orang lainnya malah menikmati keadaan tersebut, aku pribadi menganggap Friend zone adalah sebagai awal dari sebuah pengenalan lebih dalam di tahap baru karena aku percaya bahwa setiap orang akan terus berubah baik dalam hal besar maupun kecil, aku sendiri memang sedang terjebak di area tersebut tapi entah kenapa aku merasa sudah lelah dengan segala istilah tarik-ulur yang sama sekali engga ada akhirannya, maka dari itu aku memutuskan untuk berhenti menjadi pemeran dalam scene Friend zone dan kembali menjadi sahabat yang baik untuk laki-laki yang “dekat” dengan aku.
Friend zone itu bukan takdir melainkan pilihan, kita yang memilih untuk membuat zona tersebut dan kita juga yang harus memilih jalan keluar mana yang harus ditempuh, saran dari aku sih lebih baik jangan bermain di area tersebut kalau memang “hati”nya tidak sekuat super hero, bukan berarti hati aku kuat ya..!! bermain di area tersebut butuh strategi, kekuatan, kesabaran, dan waktu. Jadi aku rasa engga semua orang bisa bertahan perang diantara harapan dan kenyataan, kalaupun memang udah kepepet lebih baik untuk dibicarakan saja secara terbuka karena satu hal yang pasti, semakin lama kalian memendam sesuatu semakin sulit kalian melepasnya (Move on), jadi silahkan pilih sendiri jalan mana yang mau kalian tempuh : Mengalah dan Move on atau Jujur dan bertahan? It all depens on you guys.
0 reflection:
Post a Comment