Sabar tertinggi itu adalah saat kita berani mempersembahkan beban
ketakutan, kekhawatiran, ketidakpastian kita dalam bentuk tertunduk dalam sujud
doa…
Taqwa tertinggi itu adalah saat dengan tetap teguh bekerja dimasa-masa
sulit untuk merubah segala ketidakpastian menjadi sebuah karya nyata yang
pasti…
Ilmu tertinggi itu adalah saat kita dengan rendah hati belajar mengambil
hikmah atas berbagai masa-masa sulit yang kita alami untuk kemudian bisa
berbuat lebih baik dikemudian hari…
Ungkapan yang kubaca dari blog uda Ferizal di malam ini, menjadi
perenungan buatku. Sudah kah aku mencapai tingkat tertinggi ? dan ku jawab
belum, dan aku sedang berusaha untuk mencapai tingkat tertinggi pada ketiga hal
tersebut. Ketakutan dan kekhawatiran pada suatu hal yang tidak pasti itu masih
ada. Tapi itulah indahnya hidup, selalu tak terduga akan suatu hal. Ada sebuah
keajaiban kecil dan terkadang ada kekecewaan yang menghujani.
Mereka selalu memberikan gambaran bahwa aku tak mungkin mendapatkannya. Tapi
mama ku selalu meyakinkanku, suatu hari nanti aku bisa mendapatkan asalkan aku
konsisten memperjuangkannya. Aku percaya pada perkataan mama, persaingan
apapun, aku akan hadapi. Aku tak akan takut, jika aku berkualitas, aku pasti
mendapatkannya.
Tahun ini, mama memintaku pulang ke rumah. Beliau tak menyatakannya
langsung padaku. Aku paham dengan permintaan yang tak terucap dari bibirnya, dan dari
rasa kecewanya. Tapi aku belum bisa pulang ma,, mudah-mudahan Allah tak
membuatku harus pulang ke rumah dengan cara yang menyakitkan. Aku berjanji
akan pulang ke rumah. Hantarkan aku dengan doa-doa mu, betapa aku mencintaimu,
Ma. Rasa sepi, sakit dan lelah ini hanya terbayarkan ketika mendengar suaramu
dan tawamu.
0 reflection:
Post a Comment